it's never too late

it's never too late

Senin, 09 Januari 2012

RANGKUMAN


Seandainya seluruh rakyat Indonesia digratiskan biaya pengobatannya
APAKAH KITA SEMUA SIAP ?

Apakah mungkin seluruh rakyat Indonesia digratiskan biaya pengobatannya, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap di rumah sakit. Baik untuk penyakit ringan maupun penyakit berat seperti kanker , cuci darah  atau penyakit lain yang memerlukan pengobatan mahal ? Jawabannya MUNGKIN ! Itulah yang sedang diupayakan oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan dengan suatu reformasi kebijakan kesehatan. Kalau saat ini yang digratiskan hanya penduduk dengan kriteria kurang mampu melalui program Jamkesmas atau Jamkesda atau SKTM dan kartu berobat gratis lainnya. Dikemudian hari semua orang di Indonesia baik yang kurang mampu, setengah mampu maupun mampu akan dijamin kesehatannya melalui program asuransi kesehatan. Yang sebenarnya sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan diterjemahkan pada Undang Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional tahun 2004 (no 40 tahun 2004). Untuk program reformasi kebijakan kesehatan ini Pemerintah menggunakan nama  Kepesertaan Semesta (universal coverage). Menjelaskan bahwa kepesertaannya adalah seluruh rakyat Indonesia. Malahan badan pengelolanya, yaitu  Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sudah ditetapkan dengan undang-undang BPJS tahun 2011.

 Menurut peta jalan (road map) Kementrian Kesehatan maka pada tahun 2014 seluruh rakyat Indonesia akan terlindung oleh asuransi kesehatan. Artinya siapapun kita, kalau kita sakit, apapun penyakitnya. Berat atau ringan. Semua biaya perawatan dan pengobatan akan ditanggung oleh asuransi kesehatan. Pada tanggal 31 Desember 2013 rencananya PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri akan dibubarkan dan melebur menjadi BPJS 1 yang antara lain mengurus asuransi kesehatan semesta (Universal coverage). Sistim pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi seperti dinegara-negara maju. Negara jiran kita, Malaysia, sudah lebih dulu menerapkan sistim asuransi kesehatan untuk seluruh penduduknya. Kenapa Indonesia tidak bisa ?  Kita semua tentu akan menyambut baik berita gembira ini. Sebenarnya ini adalah suatu reformasi kebijakan kesehatan yang merupakan terobosan yang luar biasa. Dapat dikatakan suatu “Maha-Karya”.  Tetapi apakah kita semua siap menghadapi perubahan ini ? Nyatanya banyak dari kita yang belum mengetahui makna dari reformasi kebijakan kesehatan ini.

Seandainya saat ini anda atau keluarga anda divonis menderita penyakit berat dengan biaya tinggi. Harus cuci darah rutin, sekitar delapan kali sebulan untuk sepanjang hidup anda. Biayanya sekitar 8-10 juta / bulan. Atau harus dipasang 2 sampai 5 cincin (stent) jantung, yang setiap cincin harganya Rp 40 juta. Atau ada keluarga  yang dirawat di ruang intensif (ICU) suatu rumah sakit. Katakanlah dirawat selama 10 hari dengan menggunakan alat bantu nafas, perlu cuci darah dan obat-obat mahal. Walaupun akhirnya keluarga anda itu meninggal tetap tagihannya bisa mencapi lebih dari Rp 100 juta. Nah, bila anda bukan pegawai negeri  yang ditanggung oleh PT Askes. Bukan pegawai perusahaan besar yang menanggung biaya kesehatan.  Bukan golongan kurang mampu yang ditanggung oleh sistim Jamkesmas,Jamkesda atau bantuan pemerintah lainnya.  Maka anda harus membayar sendiri semua tagihan itu. Sanggupkah anda? Cukupkah uang anda, atau apa yang mau dijual ? Tanah, rumah atau mobil ? Atau memang anda sudah menjadi peserta suatu asuransi kesehatan. Tapi bacalah polisnya apakah semua penyakit akan ditanggung? Ataukah ada pembatasan biaya?
Sistim asuransi kesehatan Kepesertaan Semesta nantinya yang akan menanggung semua biaya kesehatan anda sekeluarga. Penyakit ringan maupun yang terberat sekalipun. Baik rawat jalan maupun rawat inap. Tentu masyarakat akan menyambut baik dan merasa perlu adanya asuransi kesehatan semacam ini  ? Dari hasil survai , 98% penduduk menjawab PERLU. Siapa tidak ingin seluruh biaya kesehatan ditanggung oleh fihak lain (asuransi). Tetapi apakah anda juga siap mengikuti persyaratannya ?

Apa saja persyaratannya? Yang terpenting adalah : Anda harus menjadi anggota dan membayar premi asuransi secara berkesinambungan.  Seandainya besarnya premi (untuk asuransi kesehatan)  sekitar Rp.10.000/jiwa/bulan. Apa anda bersedia menjadi anggota dan bersedia membayar preminya? Ternyata hanya 81.4% yang bersedia menjadi anggota dan hanya 58,2% yang bersedia membayar premi . Mungkin yang belum bersedia menjadi anggota dan  belum mau membayar premi adalah mereka yang belum benar-benar mengerti perlunya memiliki asuransi kesehatan semacam ini. Mungkin mereka atau keluarganya belum pernah menderita sakit berat yang memerlukan biaya tinggi.

Sistim asuransi  Kepesertaan Semesta akan merubah sistim Pembiayaan Kesehatan Negara kita. Saat ini sumber pembiayaan kesehatan berasal dari APBN atau APBD untuk sistim Jamkesmas, jamkesda atau SKTM. Dan dari kantung masyarakat sendiri (out of pocket) untuk pelayanan kesehatan swasta. Sistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dana, pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung dan menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi -tingginya. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara. Diantaranya adalah pemerataan  akses ke pelayanan kesehatan  (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di negara kita seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari suatu sistim pelayanan kesehatan . Artinya,  kemauan anda untuk membayar premi asuransi secara berkesinambungan adalah sangat penting untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di negara kita. Nah,  seandainya anda saat ini sudah mengerti dan merasa perlu adanya sistim asuransi kesehatan Kepesertaan Semesta di Negara kita, tolong beritahu dan jelaskan pada keluarga atau tetangga  yang belum mengerti. Karena makin cepat  seluruh masyarakat mengikuti sistim ini akan makin sempurna sistim pelayanan kesehatannya.

Persyaratan penting lainnya adalah anda harus mengikuti persyaratan sistim pelayanan kesehatan sosial. Yaitu rujukan berjenjang. Artinya anda tidak bisa berobat kedokter sesuai selera anda. Untuk anda akan ditunjuk seorang dokter keluarga atau dokter Puskesmas yang secara rutin bertugas menjaga kesehatan anda sekeluarga. Anda tidak bisa berpindah kelain dokter atau Puskesmas lain. Tidak bisa berobat langsung ke dokter spesialis langganan tetapi harus dirujuk oleh dokter keluarga anda. Demikian juga kalau dirawat. Anda tidak diperkenankan memilih rumah sakit favorit anda . Harus dirawat di rumah sakit regional sesuai dengan tempat tinggal. Bila diperlukan baru dirujuk ke rumah sakit rujukan.. Bagaimana kalau melanggar aturan ini ? Bisa-bisa saja. Hanya biasanya tunjangan asuransi tidak berlaku. Anda harus membayar sendiri semua biaya pengobatan dari kantung anda sendiri (out of pocket).

Saat ini sistim pelayanan kesehatan samasekali tidak ter-struktur . Pasien bebas menentukan kemana dia akan berobat. Ke dokter umum, spesialis atau konsultan. Ke puskesmas, rumah sakit atau rumah sakit rujukan. Hal ini akibat kebanyakan pasien bebas memilih dokter atau rumah sakit karena membayar biaya pengobatannya dari kantungnya sendiri (out of pocket money). Penyakit yang sebenarnya bisa diobati di tingkat dokter umum berobat ke spesialis. Tentu biayanya menjadi lebih tinggi.  Setiap sarana kesehatan seolah berlomba menyediakan pemeriksaan canggih, dengan akibat utilisasi rate-nya rendah,  sehingga  akan terjadi  kenaikan unit-cost  akibat penerapan teknologi canggih yang tidak terkendali (supply induced demand’) .
Lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor management of resources and services) mengakibatkan sistim rujukan tidak berjalan dan tidak ter-struktur. Penyakit yang sebenarnya dapat ditangani di puskesmas (dengan biaya rendah) ditangani di rumah sakit (dengan biaya tinggi) dan rumah sakit (rujukan) menjadi puskesmas raksasa. Kenyataannya memang pengelolaan sarana kesehatan (Rumah Sakit) lebih cenderung menganut mekanisme pasar. Buktinya jumlah rumah sakit di kota-kota besar yang notabene penghasilan penduduknya tinggi lebih banyak dibanding daerah-daerah yang penduduknya berpenghasilan rendah. Demikian juga dengan dokter dan dokter spesialis. Mereka lebih senang berkumpul di kota-kota besar. Karena uang memang beredar di kota-kota besar. Pasien yang potensial membayar berada disitu. Akibatnya didaerah kekurangan dokter. Puskesmas kekurangan dokter umum. Biasanya hanya satu, padahal lebih sering ikut rapat dengan pak Camat. Akibatnya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak bermutu. Pasien lebih sering dirujuk ke rumah sakit padahal tidak perlu. Rumah sakit rujukan tidak dapat meningkatkan pelayanan karena pasiennya terlalu banyak. Tatanan semacam ini menjadikan biaya pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi, tidak merata , tidak efektif dan  tidak efisien.

Pada saat Kepesertaan Semesta sudah berjalan dengan baik, tatanan semacam ini akan berubah, atau HARUS berubah..  Para dokter dan dokter spesialis dapat tetap tinggal didaerah. Malahan jumlahnya harus ditambah.  Karena akan terjadi pemerataan pelayanan kesehatan. Semua penduduk baik di kota besar , kota kecil maupun pedesaan,baik yang tidak  mampu maupun mampu semuanya akan mempunyai akses ke sarana kesehatan. Mereka semua akan dibayar oleh sistim asuransi kesehatan. Dokter di daerah tidak akan kekurangan pasien. Tetapi agar sistim pelayanan kesehatan  berjalan seimbang maka sistim rujukan secara berjenjang harus diterapkan dengan ketat. Seseorang yang cukup berobat di Puskesmas atau dokter keluarga tidak boleh berobat ke dokter spesialis, kecuali bila dirujuk oleh dokternya.

Tetapi tentu masyarakat mempunyai hak, yaitu mendapat dokter keluarga atau Puskesmas yang bermutu dan berkualitas (assured quality). Ini adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Pemerintah harus cukup menyediakan sarana fisik Puskesmas yang baik. Harus dapat dilengkapi dengan cukup dokter  atau perawat yang kompeten. Ini tentu bukan pekerjaan mudah atau murah. Puskesmas harus distandarisasi dan kualitasnya ditingkatkan. Yang sudah ada harus diperbaiki baik fasilitas fisik, peralatan medis maupun tenaga dokter. Harus dibangun banyak sekali Puskesmas dengan standar yang sudah ditetapkan. Harus dilibatkan Balai Pengobatan swasta dan dokter keluarga. Tapi mereka juga harus distandarisasi sesuai dengan kompetensinya. Harus dibangun lebih banyak rumah sakit. Sedang yang sudah ada diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Semua rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta harus dilibatkan dan siap untuk melayani sesuai dengan kompetensinya. Tidak ada lagi persaingan secara terselubung antar rumah sakit, karena semua akan mendapat pasien sesuai kapasitasnya. Utilisasi alat canggih akan meningkat sehingga biaya pengobatan dapat menurun. Mengingat begitu besarnya modal yang telah diinvestasikan untuk membangun rumah sakit pemerintah maupun swasta, tentu hal ini tidak akan semudah membalikan telapak tangan. Pemerintah cq  Kementrian Kesehatan harus menjadi regulator yang ketat tapi adil.

Bila reformasi pembiayaan kesehatan dan reformasi pelayanan kesehatan berjalan dengan baik maka akan sangat banyak dokter umum , dokter gigi, dokter spesialis dibutuhkan untuk mengisi puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit  yang didirikan.  Institusi pendidikan SDM bidang kesehatan (dokter,dokter gigi, bidan, perawat) harus menjadi bagian dari reformasi sektor kesehatan. Dalam peningkatan kebutuhan SDM kesehatan, maka Fakultas kedokteran harus mempercepat dan memperbanyak produksi dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis maupun konsultan. Namun kualitas harus tetap terjaga, sesuai dengan kompetensinya. Peran dokter  secara individual , adalah meningkatkan kompetensinya sesuai kebutuhan stake holder (sistim pelayanan kesehatan). Untuk dokter umum dan dokter gigi dapat melayani UKM dan UKP dengan paradigma sehat dengan sistim kapitasi (dokter keluarga). Sedang dokter spesialis harus dapat bekerja dengan sistim rujukan berjenjang. Dokter konsultan harus juga berkompetensi sebagai dokter pendidik klinik. Semua dokter ,baik umum atau spesialis, tidak usah takut kekurangan pasien atau kekurangan pendapatan, karena akses penduduk ke sarana kesehatan dijamin oleh sistim asuransi (pemerataan akses ke pelayanan kesehatan). Dokter spesialis konsultan akan berkurang pasiennya, tetapi itu memberikan kesempatan agar dia mempunyai lebih banyak waktu dengan pasiennya dan bertugas sebagai pendidik. Dengan cara ini mungkin para pasien mampu menjadi cukup puas dan tidak usah berobat keluar negeri. Tatanan sistim honor dari jenjang dokter umum-dokter spesialis-dokter spesialis konsultan harus ditata ulang oleh badan pengelola (BPJS), agar mereka mendapat penghasilan yang memadai sesuai kompetensinya. BPJS sendiri mempunyai tugas yang berat tetapi mulia, karena menyangkut kemaslahatan masyarakat banyak. Mereka harus benar-benar dipilih orang yang jujur dan berdedikasi serta diberi vaksin kebal korupsi. Karena kalau mereka berhasil maka pujiannya akan menjadi dunia dan  akhirat.
Kepesertaan semesta adalah terobosan kebijakan kesehatan yang luar biasa. Bayangkan memasukan sekitar 240 juta penduduk Indonesia kedalam sistim asuransi sosial. Ini hampir menyamai negara Amerika Serikat atau seluruh Eropa Barat dijadikan satu .Tapi belum banyak masyarakat yang menyadari masalah ini. Pemerintah juga nampaknya belum  mensosialisasikan hal ini secara gencar. Padahal menurut peta jalan (road-map) nya akan dimulai tahun 2014. Tetapi untuk mensukseskan program ini harus ada kerjasama yang erat dari semua fihak. Baik masyarakat, termasuk LSM. Penyelenggara pelayanan kesehatan maupun pemerintah, Semua fihak harus mengerti hak dan kewajibannya. Apakah nanti masyarakat karena kurang mengerti akan protes? Apakah kemudian LSM akan demo. Mungkin karena  berita yang kurang berimbang dimedia massa. Apakah para dokter dan dokter spesialis akan mogok? Rumah sakit swasta tidak mau bergabung ? Padahal kita tahu manfaatnya jenis asuransi sosial semacam ini. Semua fihak akan diuntungkan Tetapi untuk mencapai kesempurnaan tentu memerlukan waktu. Mungkin pada awalnya akan berjalan lambat dan tidak mulus.
Menyongsong kepesertaan semesta pada tahun 2014. Marilah kita semua bertekad dan berkomitmen untuk tidak saling menyalahkan tetapi saling mengingatkan. Marilah kita saling bergandeng tangan ,bahu membahu dan saling membantu agar kebijakan kesehatan ini mulai dengan tepat waktu dan berjalan pada jalur yang lurus. Semoga !
Rully Roesli
Guru besar Fakultas Kedokteran UNPAD
Http://www.rullyroesli.blogspot.com




Rabu, 04 Januari 2012

Seandainya seluruh rakyat Indonesia digratiskan biaya pengobatannya APAKAH KITA SEMUA SIAP ? BAGIAN EMPAT

Apakah Sistim Pelayanan Kesehatan SIAP ?

Saat ini sistim pelayanan kesehatan samasekali tidak ter-struktur . Pasien bebas menentukan kemana dia akan berobat. Ke dokter umum, spesialis atau super spesialis. Ke puskesmas, rumah sakit atau rumah sakit rujukan. Hal ini terjadi karena kebanyakan pasien membayar biaya pengobatannya dari katungnya sendiri (out of pocket money) dan lemahnya kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor management of resources and services). Akibatnya  akan terjadi  kenaikan biaya akibat penerapan teknologi canggih (supply induced demand’) . Setiap sarana kesehatan seolah berlomba menyediakan pemeriksaan canggih, dengan akibat utilisasi rate-nya rendah sehingga unit cost-nya meningkat. Sistim rujukan tidak berjalan dan tidak ter-struktur, sehingga rumah sakit (rujukan) menjadi puskesmas raksasa. Penyakit yang sebenarnya dapat ditangani di puskesmas (dengan biaya rendah) ditangani di rumah sakit (dengan biaya tinggi).  Kenyataannya memang pengelolaan sarana kesehatan (Rumah Sakit) lebih cenderung menganut mekanisme pasar. Buktinya jumlah rumah sakit di kota-kota besar yang notabene penghasilan penduduknya tinggi lebih banyak dibanding daerah-daerah yang penduduknya berpenghasilan rendah. Data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menunjukkan bahwa rumah sakit yang dikelola pihak swasta pada tahun 2005 berjumlah 626 unit atau 49,4 persen dari keseluruhan rumah sakit yang ada di Indonesia. Sementara rumah sakit yang dikelola pemerintah (Depkes dan Pemda) jumlahnya hanya 452 unit. RS yang dikelola TNI dan Polri lebih sedikit lagi, hanya 112 unit, dan RS yang dikelola BUMN dan departemen lain berjumlah 78 unit.  

Bukan hanya itu , SDM kesehatan (dokter dan dokter spesialis) tertumpuk di kota-kota besar. Karena uang memang beredar di kota-kota besar. Pasien yang potensial membayar berada disitu. Akibatnya didaerah kekurangan dokter. Puskesmas kekurangan dokter umum. Biasanya hanya satu, padahal lebih sering ikut rapat dengan pak Camat. Akibatnya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak bermutu. Pasien lebih sering dirujuk ke rumah sakit padahal tidak perlu. Keadaan semacam ini menjadikan biaya pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi. Sebagai contoh untuk penyakit yang sama. Unit cost di Puskesmas hanya sekitar Rp. 5000. Tetapi kalau dirujuk ke rumah sakit biayanya menjadi sekitar Rp. 130.000.  Beban biaya ini akan ditanggung oleh masyarakat untuk pasien non-miskin dan APBN/APBD untuk pasien miskin. Itu mungkin salah satu sebab mengapa APBN kesehatan naik dari sekitar Rp 4 triliun pada tahun 2005 menjadi lebih dari 48 triliun pada tahun 2012. Padahal mutu pelayanan kesehatan tidak berbeda jauh.

Saat ini baru sekitar 100 juta orang yang menggunakan fasilitas Askes, Jankesmas atau Jamkesda. Bila pada tahun 2014 lebih dari 240 juta penduduk mempunyaiu akses ke pelayanan kesehatan sedangkan  sistim rujukan dan rujuk balik tidak berjalan. Maka itu adalah BENCANA !

Sistim rujukan dan rujuk balik adaha hal yang mutlak diperlukan pada suatu sistim asuransi sosial ! Dengan menambah peserta asuransi (pra-bayar) dan mengurangi pembiayaan tunai (fee for service) , regulator kesehatan (Dinas Kesehatan) dapat melakukan reformasi dengan melakukan desentralisasi sarana kesehatan dengan  sistim rujukan yang berjenjang dengan cara , antara lain :

(a)       Distribusikantenaga kesehatan (dokter umum) merata dalam pelayanan kesehatan tahap dasar dengan sistim kapitasi dengan  paradigma sehat. Mereka tidak usah takut kekurangan pasien,karena sistimnya kapitasi.
(b)      Meningkatkan sarana dan fasilitas di puskesmas, puskesmas perawatan, PONED,dll
(c)       Distribusi dokter spesialis (Sp1 dan Sp2) ke Rumah Sakit jejaring pendidikan (pemerintah atau swasta), bekerjasama dengan institusi pendidikan SDM bidang kesehatan.
(d)      Meningkatkan sarana dan fasilitas di RSUD menjadi setingktat RS tipe B atau bahkan tipe  A.
(e)      Meningkatkan peranan BP/RS swasta
(f)        Memberlakukan sistim rujukan secara ketat , dari pelayanan tingkat dasar (puskesmas) ,ke RSUD, (rujukan daerah) dan ke RSUP (RS rujukan utama), dalam bentuk lingkaran (outer -ring).
(g)       Melakukan regulasi terhadap penggunaan dan penempatan alat diagnostik canggih
(h)      Meningkatkan upaya pencegahan (UKM) untuk penyakit menular dan tidak menular/degenerative , dalam rangka mengantisipasi beban ganda (double burden) penyakit .

Semua usaha diatas diharapkan akan dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan serta distribusi pelayanan yang merata dan berkualitas. Agar menarik dan segera dapat mencapai sasaran, reformasi pelayanan kesehatan pada awalnya dapat dilakukan dengan cara “rewards & punishment”,, misal :
(a)       Untuk pasien : Bila pasien datang ke sarana kesehatan tanpa rujukan maka kartu asuransinya tidak berlaku. Tetapi bila ada rujukan akan disediakan/diberikan biaya pengganti transportasi.
(b)      Untuk dokter : Dokter yang dinilai baik bekerja di Puskesmas akan diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan spesialis dengan dibiayai pemerintah (Pusat/Daerah).

Tetapi apakah Kementrian Kesehatan siap menerapkan sistim ini diseluruh Indonesia. Apakah masyarakat siap menghadapi sistim “rewards” dan “punishment” bila sistim rujukan dijalankan dengan ketat.

Selasa, 03 Januari 2012

BAGIAN TIGA


Apakah BPJS ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)  – SIAP ?

 Jumat 28 Oktober 2011 pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau RUU BJPS. Sebenarnya ini adalah suatu peristiwa yang akan merubah tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia. Tetapi banyak, atau hampir semua masyarakat  belum mengetahui sebetulnya apa itu UU BPJS | Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ? Kemudia apa isi dari UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tersebut?..UU BPJS sendiri mengatur pelaksaaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial seperti fungsi organisasi dan mekanisme kerja BPJS dalam mengelola dana amanat, pendaftaran dan pengelolaan data peserta, dan pengumpulan iuran.
Hal lainnya yang terdapat dalam UU ini yaitu  pemberian informasi program kepada masyarakat, pembayaran manfaat,  hak dan kewajiban BPJS, pengembangan aset dan pemberian informasi tentang kinerja dan kondisi keuangan BPJS. UU itu juga berisi hak dan kewajiban peserta, pelaporan penyelenggaraan kepada presiden, pembentukan cadangan teknis dan menjamin pemberian manfaat kepada peserta, wewenang BPJS, Akuntabilitas dan transparansi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial serta pengenaan sanksi dan pembuatan kesepakatan dengan asosiasi sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.
Adapun pembahasan BPJS I sudah disepakati pekan lalu. Disepakati, BPJS I beroperasi mulai 1 Januari 2014 dan langsung menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, termasuk menampung pengalihan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT Jamsostek (Persero) dan PT Asabri (Persero).
Dengan disahkannya RUU BPJS ini menjadi UU ini diharapkan akan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jaminan sosial sebagaimana diamanahkan dalam UU nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang efektif, efisien, dan terarah.
Nantinya dengan adanya Undang Undang BPJS ini seluruh warga negara Indonesia mendapatkan Jaminan yang terdiri dari Jaminan layanan kesehatan , kecelakaan kerja , jaminan hari tua, dan jaminan pensiunBPJS I merupakan Jaminan Kesehatan sedangkan BPJS II khusus menjangkau soal tunjangan hari tua, kematian dan kecelakaan kerja.  Draf RUU BPJS mengatur peleburan sejumlah lembaga jaminan sosial plat merah seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja dilebur ke dalam BPJS II ini.

 Tahun 2014 kan tidak lama lagi. Dalam waktu 2 tahun BPJS harus bekerja keras ! Kalau selama ini PT Akes , PT ASABRI, PT Jamsostek tidak usah susah-susah mengumpulkan iuran (premi) masyarakat, nanti mereka harus mengumpulkan juga dari masyarakat pekerja informal. Kalau pegawai negeri, pegawai pabrik, dll, iurannya bisa dipotong dari gaji. bagaimana dengan pekerja informal. Tukang sayur, tukang ojeg, pegawai harian, dll. Padahal jumlahnya tidak sedikit. Selanjutnya berapa besar iurannya? Katakan Rp.10.000/bulan/jiwa. Satu keluarga dengan 4 orang, artinya Rp.40.000/bulan. Tidak berat. tapi kalau disekaliguskan harus dibayar per tahun jadi 12 kali Rp.40.000 = Rp 600.000. kan jadi berat. Tapi kalau membayarnya per bulan bagaimana mengetahui bahwa orang tersebut membayar rutin. harus di verifikasi tiap bulan. Wah repot sekali. Lalu kapan BPJS atau pemerintah berencana untuk mensosialisasikan ini pada masyarakat? Lalu bagaimana rencana dana yang sangat, sangat besar ini. Katakanlah preminya Rp 10.000/jiwa/bulan (belum pasti/mungkin lebih) maka untuk 240 juta masyarakat akan terkumpul  Rp 2.4 triliun per bulan.. 
APAKAH BPJS SIAP DALAM 2 TAHUN. MARI KITA OPTIMIS AJA ! DEMI KEBAIKAN KITA SEMUA !!